Cowok Tajir? Matre? Ups....
Oleh: Shabrina Khamista
Judul: Honey Money
Pengarang: Debbie
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2010
Harga: Rp.37.500,-
Tebal/jumlah halaman: 248 halaman
Ilustrator: yustisea.satyalim@gmail.com
Debbie baru kelas satu SMA saat dia menulis novel pertamanya. Dan sekarang, dia sedang menimba ilmu di Universitas Tarumanegara. Dikelilingi oleh keluarga besar dan sahabat-sahabatnya, hidup gadis kelahiran 15 Mei 1989 ini selalu dipenuhi cinta. Passion hidup Debbie adalah belanja, berburu barang murah, makan martabak keju, pai buah, dan frappucino Starbucks tanpa merasa bersalah, menyanyi dan menari walau belum tentu bagus, serta berkumpul dengan teman-teman dan saudara-saudaranya. Terutama dari Komosi Remaja GKI Muara Karang. Ia juga masih gemar bermain gitar, kecuali kalau centilnya sedang kumat dan ia tak mau kuku hasil manikurnya rusak. Novel favoritnya sampai sekarang ini masih Harry Potter, sekarang ditambah serial Shopaholic dan Twiligh. Kecintaannya akan Disney, impiannya untuk bertemu Prince Charming dan hidup bahagia selamanya masih belum pudar. Mendapat beasiswa keluar negeri dan keliling dunia sebelum umurnya 30 tahun adalah ambisinya.
Teenlit ini menceritakan seorang cewek yang bernama Prity Diana atau yang akrab dipanggil Dee. Dia adalah seorang remaja kelas XII IPA SMA Permata yang sudah bosan berpacaran dengan cowok yang ‘biasa – biasa aja’ seperti mantannya, Elbert. tipe cowok baik-baik—pinter, rajin, jarang keluar—dan yang tak punya kendaraan sendiri. Nah, setelah Elbert lulus dan kuliah di Yogyakarta, saatnya Dee bebas, dan memulai ‘pencarian cowok tajir’-nya. Dia bertekad untuk mencari pacar dengan kriteria: tajir, punya mobil keren, tinggi dan romantis. Dia hanya seorang anak tunggal dari ayah yang bekerja sebagai karyawan pemasaran dan ibunya yang bekerja di salah satu pabrik biskuit. Dia memiliki tetangga sekaligus sahabat kecilnya yang bernama Stefan. Ayahnya Stefan, Om Hermawan begitu getol menjodohkannya dengan anaknya sehingga membuatnya merasa terganggu.
Di sekolah, Dee termasuk anak yang pintar dan ceria. Ia memiliki 2 orang sahabat cewek, yaitu Sandra dan Liana. Dee juga berteman akrab dengan Tutut dan Anthony. Diam-diam, Dee naksir dengan Tommy, salah satu teman seangkatannya. Ia senang sekali saat dipasangkan dengan Tommy menjadi salah satu crew di acara sekolahnya.
Akhirnya Disaat ulang tahun Ane, salah satu teman kelasnya, Dee berkenalan dengan sepupu temannya itu yang bernama Rendy Alexander yang terlihat menawan, tinggi, keren, tajir, pendidikan ‘bagus’ (kuliah di UI yang pasti mahal), punya mobil Altis, lulusan SMA Cahaya Harapan yang terkenal dengan murid-muridnya yang berdompet tebal. Dari situ bisa disimpulkan, Rendy sangat kaya raya. Sejak awal, Dee sudah naksir dengan Rendy.
Bahagia untuk Dee, karena pertemuan itu nggak sampai di situ aja. Rendy datang ke sekolahnya untuk menonton Permata Cup, sering mengajaknya jalan-jalan, hingga suatu hari Rendy mengganti panggilan ‘gue-elo’ dengan ‘aku-kamu’—yang pasti bikin cewek manapun berharap lebih!
Kejadian membahagiakan nggak cuma sampai di situ. Akhirnya, ia resmi menjadi pacarnya Rendy. Bahkan berkenalan dengan keluarganya, termasuk tante Deviana, ibu tiri Rendy. Lama kelamaan pun, Dee mulai merasakan, bahwa cintanya untuk Rendy adalah tulus. Mengesampingkan fakta bahwa cowok itu tajir, seperti kriteria yang diinginkannya selama ini, Dee perlahan menyayangi cowok itu.
Tapi, yang namanya roda kehidupan, nggak selalu ada di atas. Ada kalanya berada di bawah. Setelah semua kejadian manis yang bikin Dee bagai melayang ke awan, ia harus dihempaskan ke tanah saat dihadapi pada sebuah kenyataan tentang Rendy. Sepupunya, Steffani menceritakan sahabatnya sekaligus mantan Rendy, Mitzy yang udah diperas sama Rendy dengan membelikannya stik billyard yang mahal. Suatu hari juga, sahabat kecilnya Stefan mengajaknya ke suatu tempat yang ternyata adalah lokasi rumah duka ibu tiri Rendy. Disana dia bertemu dengan ibu kandung Rendy, tante Nadia. Tante Nadia menceritakan masa lalu keluarga Rendy dengan Dee dan semakin memperkuat kenyataan Rendy itu matrealistis.
Dee mau nggak mau harus bertahan, mempercayai Rendy sepenuhnya. Apalagi ketika dirasanya, cintanya untuk Rendy sudah tumbuh dan membesar dengan tulus, mengesampingkan mimpi Dee berpacaran dengan cowok tajir. Namun, pergulatan batin yang terjadi didalam diri Dee membuat Dee tak bisa bertahan. Dia berniat mengundang Rendy ke pesta ulang tahunnya. Di hari ulang tahunnya, ternyata Rendy sama sekali tak datang dan membuatnya bertekad untuk tidak menemuinya lagi.
Selesai pesta, dia mendapatkan telepon dari Rendy. Ternyata, Rendy menelponnya hanya untuk memintanya putus. Akhirnya mereka pun putus. Pelan – pelan, Dee mulai menerima kehadiran Stefan didalam hidupnya. Dia pun memilih untuk kuliah di Singapura mengambil jurusan psikologi. Beberapa jam sebelum kepergian Dee ke Singapura, Dee akhirnya tahu bahwa selama ini Stefan mendekatinya hanya untuk mengambil kekayaannya karena ayah Dee merupakan pemilik perusahaan kartu ucapan ‘Crown’ dari ibunya. Dia pun, menemukan kejutan di iPod miliknya karena didalamnya ada video pendek dari Rendy. Akhirnya, Dee pun kembali bersama Rendy.
Cerita yang bertemakan kehidupan keseharian remaja SMA ini Gaya bahasa dan alurnya mengalir sehingga enak dibaca. Sebagai tambahan, terdapat dua ilustrasi dalam yang dibuat oleh Sandra Puspita K., satu tentang rencana makeover Dee (halaman 16), dan satu lagi merupakan rancangan gaun pesta sweet seventeen Dee (hal. 153). Di samping itu, penggunaan petikan lirik lagu sebagai judul chapter juga bagus. Sepertinya, Debbie sudah merancang betul bagian lirik mana yang akan ia gunakan untuk dijadikan judul bab, dan hasilnya, petikan itu benar-benar menggambarkan esensi dari bab. Misalnya bab delapan (hal. 116). Bab itu menceritakan saat Dee diberi tahu bahwa Rendy adalah cowok matre, dan Debbie sang pengarang menggunakan lirik ini: "Now I know that you're not my fairy tale" yang merupakan sitiran lagu When There was Me and You (ada penjelasannya di setiap bab, btw, jadi saya bukanlah berpengatahuan luas). Bab 12 (hal, 180) juga; saat Debbie mengadakan acara perpisahan di Bali bersama teman-temannya, Debbie menyitir lirik That's What Friends are For dari Stevie Wonder : "Knowing you can always count on me, for sure. That's what friens are for.". Selain itu deskripsinya juga begitu detail. Saya selalu beranggapan bahwa deskripsi yang bagus adalah yang memuat specificity, dan saya menemukan itu di novel ini. Debbie dengan eksplisit menyebutkan berbagai jenis lokasi, toko, merek barang, lagu, adegan buku atau film, dan bahkan menu makanan. dengan alokasi halaman yang sebejibun itu, Debbie sukses membangun konflik. Dinamika konflik juga dibarengi dengan berbagai kejadian (alur), jadi tak monoton. Alurnya pun tak melompat – lompat sehingga pembaca tak bingung dalam membacanya.
Sayangnya, novel ini sepertinya terlalu mendiskreditkan jurusan IPS. Bukan masalah besar sebenarnya, tapi tetap saja ada perasaan tidak enak hati saat membacanya. Huruf didalam novel pun terkesan kecil sehingga dapat membuat mata mudah capai.
Walau novel ini masih memiliki beberapa kekurangan, tetapi novel ini memang pantas dimiliki dan dinikmati terutama oleh remaja – remaja yang hobi membaca novel seperti ini. Novel ini sungguh menarik dan yang pasti anda tak akan menyesal karena sudah membacanya.
Resensator